Sabtu, 10 Desember 2016

Budaya Makanan

Lopis Raksasa : Ikon Syawalan Kota Pekalongan




Kota Pekalongan merupakan kota yang berada di pesisir pantai utara Jawa Tengah. Lokasi tersebut membuat Pekalongan menjadi salah satu wilayah, yang pertama kali dimasuki ajaran islam. Selain ajaran islam, Kota Pekalongan juga terkenal kental akan tradisi dan budaya yang masih dipertahankan. Menurut bapak Darmoko, seorang ahli budaya jawa dari Universitas Indonesia, daerah yang berada di pesisir pantai termasuk didalamnya adalah Pekalongan, adalah daerah yang kental dengan budaya islam.
Krapyak, merupakan salah satu kelurahan di Kota Pekalongan yang terletak di daerah pesisir. Daerah ini memiliki tradisi,  yang sampai saat ini masih dipelihara oleh masyarakat. Salah satunya adalah tradisi syawalan. Tradisi tersebut dirayakan seminggu setelah idul fitri dimana masyarakat telah selesai melaksanakan puasa sunnah selama seminggu penuh diawal bulan syawal. Menurut sesepuh Krapyak, Bapak KH. Zainudin Ismail, syawalan dipelopori oleh salah satu ulama besar Pekalongan yakni KH. Abdullah Sirodj, yang menjadi panutan bagi semua masyarakat pekalongan di era kolonial belanda.

Setelah selesai menjalankan puasa sunah di bulan syawal, semua masyarakat melakukan syukuran atau perayaan dengan tujuan untuk menambah dan memperat tali silaturahmi antar sesama warga. Karena syukuran dilaksanakan dibulan syawal, maka disebut dengan istilah syawalan. Salah satu makanan yang disajikan saat syawalan adalah, lopis. Lopis dibuat dengan ukuran yang besar, agar dapat dibagikan kepada seluruh sanak saudara, maupun masyarakat yang hadir. Dahulu, kegiatan syawalan berasal dari dana swadaya masyarakat, akan tetapi karena semakin meriahnya tradisi syawalan setiap tahunnya, maka sebagai bentuk dukungan, pemerintah Kota Pekalongan  memberikan bantuan berupa dana operasional yang bersumber dari RAPB (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja) yaitu sebesar 30 juta rupiah untuk kegiatan syawalan setiap tahunnya.



Pembuatan Lopis
Pembuatan lopis raksasa merupakan budaya kota pekalongan yang dilakukan secara rutin pada bulan syawal. Dimana pada hari pertama ini pembuatan lopis raksasa memasuki tahap pertama, yaitu pencucian beras ketan, pengukusan, penumbukan, dan pembentukan. Pada proses pengukusan ditambahkan daun pandan agar menghasilkan aroma yang khas pada ketan. Beras ketan yang digunakan  untuk pembuatan lopis raksasa sebanyak 4 kwintal  dengan tinggi dandang hampir mencapai dua meter. Pada hari pertama masyarakat bahu membahu dalam proses pembuatan lopis raksasa  tersebut. Hari itu, warga krapyak kidul nampak antusias dan bersemangat.
Hari kedua pembuatan lopis raksasa di Krapyak Kidul, kini telah memasuki tahap pembalikan lopis , dimana untuk proses pembalikan lopis sendiri, menggunakan alat, berupa katrol. Sebelum proses pembalikan, lopis raksasa yang berbahan beras ketan seberat 4 kwintal tersebut, dikukus dengan dandang ukuran besar. Karena ukuran lopis yang lebih besar dari pada biasanya, penarikan dengan katrol dilakukan oleh lebih dari 8 orang dewasa. Ukuran lopis sendiri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Di hari ketiga pembuatan lopis raksasa, kini telah memasuki tahap pengangkatan. Proses pengangkatan sendiri, tidak berbeda jauh dengan tahap pembalikan, yaitu masih menggunakan katrol, sebagai alat bantunya. Tahap pengangkatan lopis dari dandang raksasa, dilakukan oleh sekitar  lebih dari 10 orang, karena dibutuhkan kekompokan antara satu dengan yang lain. Setelah lopis berhasil diangkat dari dandang, kemudian lopis diletakkan ke panggung kayu berukuran sedang dan rencananya lopis akan berada di panggung kayu tersebut, hingga perayaan syawalan tiba.

Filosofi dari Lopis Raksasa
Lopis, adalah makanan yang berbahan dasar ketan yang memiliki sifat lengket, dimana sifat lengket ini, dijadikan sebagai simbol keereatan. Dengan menyajikan olahan berbahan dasar ketan seperti lopis, niscaya hubungan tali silaturahmi semakin erat. Ketan yang digunakan adalah jenis ketan putih. Warna putih dari ketan disimbolkan sebagai kebersihan hati setelah melakukan puasa syawal selama satu minggu penuh. Lopis dibungkus dengan daun pisang, daun pisang dipilih sebagai pembungkus dengan harapan, masyarakat dapat bersifat seperti tanaman pisang yang dapat berguna dari daun hingga akarnya. Warna daun pisang yang hijau memiliki filosofi kemakmuran, dimana seluruh masyarakat pekalongan harus bersyukur atas kemakmuran yang telah diberikan oleh sang maha kuasa.  Setelah dibungkus, kemudian lopis diikat dengan tali dari pelepah pisang. Pengikatan tersebut, bertujuan agar bentuk lopis tetap kokoh dan rapi. Filosofi dari pengikatan dengan tali menunjukan persatuan, diharapkan masyarakat pekalongan khususnya daerah krapyak tidak tercerai berai dan tetap bersatu dalam membangun bangsa indonesia agar lebih maju.

Pengunjung yang datang pada saat perayaan syawalan, setelah selesai menyaksikan pemotongan lopis raksasa oleh walikota pekalongan, biasanya akan menuju ke objek wisata Kota Pekalongan yaitu pantai pasir kencana. Disana telah disediakan berbagai macam wahana wisata seperti akuarium, kolam renang, dan wisata outbond lainnya.

Sebagai kebanggan Kota Pekalongan, tradisi lopis raksasa saat syawalan sudah seharusnya tetap dilestarikan agar tradisi tersebut tidak hilang dan generasi mendatang tetap dapat merasakan nilai religiusitas dan kekentalan budaya  syawalan. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar