Lopis Raksasa : Ikon Syawalan Kota Pekalongan
Kota Pekalongan merupakan kota yang berada di pesisir pantai
utara Jawa Tengah. Lokasi tersebut membuat Pekalongan menjadi salah satu
wilayah, yang pertama kali dimasuki ajaran islam. Selain ajaran islam, Kota Pekalongan
juga terkenal kental akan tradisi dan budaya yang masih dipertahankan. Menurut
bapak Darmoko, seorang ahli budaya jawa dari Universitas Indonesia, daerah yang
berada di pesisir pantai termasuk didalamnya adalah Pekalongan, adalah daerah
yang kental dengan budaya islam.
Krapyak, merupakan salah satu kelurahan di Kota Pekalongan
yang terletak di daerah pesisir. Daerah ini memiliki tradisi, yang sampai saat ini masih dipelihara oleh
masyarakat. Salah satunya adalah tradisi syawalan. Tradisi tersebut dirayakan
seminggu setelah idul fitri dimana masyarakat telah selesai melaksanakan puasa sunnah
selama seminggu penuh diawal bulan syawal. Menurut sesepuh Krapyak, Bapak KH.
Zainudin Ismail, syawalan dipelopori oleh salah satu ulama besar Pekalongan
yakni KH. Abdullah Sirodj, yang menjadi panutan bagi semua masyarakat
pekalongan di era kolonial belanda.
Setelah selesai menjalankan puasa sunah di bulan syawal,
semua masyarakat melakukan syukuran atau perayaan dengan tujuan untuk menambah
dan memperat tali silaturahmi antar sesama warga. Karena syukuran dilaksanakan
dibulan syawal, maka disebut dengan istilah syawalan. Salah satu makanan yang disajikan saat syawalan adalah,
lopis. Lopis dibuat dengan ukuran yang besar, agar dapat dibagikan kepada
seluruh sanak saudara, maupun masyarakat yang hadir. Dahulu, kegiatan syawalan
berasal dari dana swadaya masyarakat, akan tetapi karena semakin meriahnya
tradisi syawalan setiap tahunnya, maka sebagai bentuk dukungan, pemerintah Kota
Pekalongan memberikan bantuan berupa
dana operasional yang bersumber dari RAPB (Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja) yaitu sebesar 30 juta rupiah untuk kegiatan syawalan setiap tahunnya.
Pembuatan Lopis
Pembuatan lopis raksasa merupakan budaya kota pekalongan yang
dilakukan secara rutin pada bulan syawal. Dimana pada hari pertama ini
pembuatan lopis raksasa memasuki tahap pertama, yaitu pencucian beras ketan,
pengukusan, penumbukan, dan pembentukan. Pada proses pengukusan ditambahkan
daun pandan agar menghasilkan aroma yang khas pada ketan. Beras ketan yang
digunakan untuk pembuatan lopis raksasa
sebanyak 4 kwintal dengan tinggi dandang
hampir mencapai dua meter. Pada hari pertama masyarakat bahu membahu dalam
proses pembuatan lopis raksasa tersebut.
Hari itu, warga krapyak kidul nampak antusias dan bersemangat.
Hari kedua pembuatan lopis raksasa di Krapyak Kidul, kini
telah memasuki tahap pembalikan lopis , dimana untuk proses pembalikan lopis
sendiri, menggunakan alat, berupa katrol. Sebelum proses pembalikan, lopis
raksasa yang berbahan beras ketan seberat 4 kwintal tersebut, dikukus dengan
dandang ukuran besar. Karena ukuran lopis yang lebih besar dari pada biasanya,
penarikan dengan katrol dilakukan oleh lebih dari 8 orang dewasa. Ukuran lopis
sendiri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
Di hari ketiga pembuatan lopis raksasa, kini telah memasuki
tahap pengangkatan. Proses pengangkatan sendiri, tidak berbeda jauh dengan
tahap pembalikan, yaitu masih menggunakan katrol, sebagai alat bantunya. Tahap
pengangkatan lopis dari dandang raksasa, dilakukan oleh sekitar lebih dari 10 orang, karena dibutuhkan
kekompokan antara satu dengan yang lain. Setelah lopis berhasil diangkat dari
dandang, kemudian lopis diletakkan ke panggung kayu berukuran sedang dan
rencananya lopis akan berada di panggung kayu tersebut, hingga perayaan
syawalan tiba.
Filosofi dari Lopis Raksasa
Lopis, adalah makanan yang berbahan dasar ketan yang memiliki
sifat lengket, dimana sifat lengket ini, dijadikan sebagai simbol keereatan.
Dengan menyajikan olahan berbahan dasar ketan seperti lopis, niscaya hubungan
tali silaturahmi semakin erat. Ketan yang digunakan adalah jenis ketan putih.
Warna putih dari ketan disimbolkan sebagai kebersihan hati setelah melakukan
puasa syawal selama satu minggu penuh. Lopis dibungkus dengan daun pisang, daun
pisang dipilih sebagai pembungkus dengan harapan, masyarakat dapat bersifat
seperti tanaman pisang yang dapat berguna dari daun hingga akarnya. Warna daun
pisang yang hijau memiliki filosofi kemakmuran, dimana seluruh masyarakat
pekalongan harus bersyukur atas kemakmuran yang telah diberikan oleh sang maha
kuasa. Setelah dibungkus, kemudian lopis
diikat dengan tali dari pelepah pisang. Pengikatan tersebut, bertujuan agar
bentuk lopis tetap kokoh dan rapi. Filosofi dari pengikatan dengan tali
menunjukan persatuan, diharapkan masyarakat pekalongan khususnya daerah krapyak
tidak tercerai berai dan tetap bersatu dalam membangun bangsa indonesia agar
lebih maju.
Pengunjung yang datang pada saat perayaan syawalan, setelah
selesai menyaksikan pemotongan lopis raksasa oleh walikota pekalongan, biasanya
akan menuju ke objek wisata Kota Pekalongan yaitu pantai pasir kencana. Disana
telah disediakan berbagai macam wahana wisata seperti akuarium, kolam renang,
dan wisata outbond lainnya.
Sebagai
kebanggan Kota
Pekalongan, tradisi lopis raksasa saat syawalan sudah seharusnya
tetap
dilestarikan agar tradisi tersebut tidak hilang
dan generasi mendatang tetap dapat merasakan nilai religiusitas dan kekentalan
budaya syawalan.