Nanoteknologi dan Aplikasinya dalam Industri Pangan
Masalah mengenai pemikiran etis secara rasional dalam nanoteknologi
dimulai setelah mendefinisikan sebenarnya apa itu teknologi. Meskipun telah
banyak yang mencoba untuk mendefinisikan apa itu teknologi, akan tetapi pada
saat ini tidak ada definisi yang tepat untuk menggambarkan pengertian mengenai
nantoteknologi. Sebagai gambaran, berikut adalah definisi mengenai
nanoteknologi yang digunakan oleh German Federal Ministry of Education and
Research in its Nano Initiative – Action Plan 2010 (Berghofer, 2010).
Nanoteknologi dapat berupa investigasi atau penyelidikan, aplikasi, dan produk yang
memiliki struktur molekul dengan dimensi atau ukuran kurang dari 100 nanometer.
Skala waktu dari komponen sistem nanoteknologi dapat digunakan untuk mengetahui
realisasi dari sifat dan fungsi dalam meningkatkan produk baru.
Range ukuran nanoteknologi yaitu
sekitar 1-100 nm. Akan tetapi menurut German Federal Institute for
Occupational Safety and Health States, batas ukuran nanoteknologi adalah
fluida atau cairan. Sebab didalam cairan terdapat material-material kompleks.
Dimana ukuran yang paling kecil adalah material kompleks dan batas ukuran yang
tinggi adalah nanofiber, nanopartikel, nanotubes, dan sebagainya yang pada
kenyataannya ukuran tersebut lebih besar dari 100 nanometer (Federal Institute
for Occupational Safety and Health, 2007).
Hal paling menarik dari nanoteknologi adalah antara skala/ukuran
yang kecil dan besar terdapat perbedaan baik secara fisika dan kimia. Pertama,
perbedaan tersebut disebabkan oleh dua sebab yaitu meskipun pada ukuran massa yang
sama akan tetapi memiliki luas permukaan yang berbeda antara yangg kecil dan
besar sehingga menyebabkan perbedaan sifat fisika dan kimia. Nano material yang
mempunyai luas permukaan lebih besar mempunyai reaktivitas kimia yang semakin
besar pula dan mempunyai daya serta sifat listrik yang lebih besar. Kedua, Efek
quantum mempengaruhi sifat zat sehingga secara tidak langsung mempengaruhi
sifat optical (sifat yang terlihat), sifat kelistrikan dan sifat magnetiknya. Kedua
hal tersebut menarik, akan tetapi bagaimanapun juga jika suatu molekul diberikan
energi, molekul nano tersebut menjadi aktif sehingga mampu mengatur diri mereka
sendiri menjadi semakin solid dan mempunyai sifat yang dapat dibedakan dari struktur
makronya. Sebagai contohnya adalah kristal dan lapisan untuk coating yang telah
dikembangkan dari nano struktur.
Aplikasi
nanoteknologi dalam pangan dapat dibagi dalam beberapa bidang yaitu pada saat processing,
pengawetan, peningkatan citarasa dan warna, keamanan, dan pengemasan. Dalam
processing, nanoteknologi memberikan alternatif dalam proses pengolahan makanan
sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas yang baik. Penerapan
nanoteknologi dalam pemrosesan makanan meliputi dua hal yaitu dalam sintesa
bahan (seperti nanokapsul yang mengandung minyak ikan tuna yang didesain dapat
pecah setelah mencapai perut sehingga rasa tak enak dari minyak ikan tidak
dirasakan dalam mulut dan nano-sized self-assembled liquid structure yang
merupakan teknologi yang dapat mengantarkan nutrien dalam ukuran nano partikel
ke dalam sel ) dan proses pemecahan atau fraksinasi yang biasanya sampai pada
ukuran 1-100 nm (pada pembuatan emulsi, gel, dan foam). Selain itu juga ada
nanosensor yang dikembangkan dapat mendeteksi bakteri dan berbagai kontaminan
seperti Salmonella yang pada umumnya terdapat pada makanan. Dengan
adanya nanosensor diharapkan dapat menekan biaya pemeriksaan sebab tidak harus
sering mengirim sampel ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.
Pada peningkatan cita rasa dan warna, nanoteknologi berperan dalam
pengembangan makanan interaktif yang dapat memberikan kebebasan kepada konsumen
untuk memilih rasa dan warna dari makanan yang akan dimakan. Pembuatan
nanokapsul yang didalamnya berisi warna dan rasa makanan memberikan peluang
pada konsumen untuk memilih rasa dan warna yang diinginkan. Nanokapsul memiliki
sifat inert sampai dengan makanan dikunyah didalam mulut.
Nanoteknologi memberikan cara baru dalam proses pengawetan makanan
yaitu pemberian nanopartikel silver dalam plastik pada saat produksi kaleng
untuk penyimpanan makanan dimana nanopartikel ini dapat membunuh bakteri yang
hidup pada makanan yang disimpan dalam kaleng, penggunaan nanopartikel silikat
dalam plastik film yang digunakan untuk pengemasan makanan yang dapat berfungsi
sebagai penghalang yang dapat mencegah proses perpindahan gas seperti gas
oksigen, dan uap air dari dan kedalam kemasan sehingga mencegah terjadinya
kerusakan makanan, penambahan nanopartikel zink oksida pada plastik yang
digunakan untuk pengemasan sehingga dapat menghalangi sinar ultraviolet, serta
dapat memberikan efek antibakteri, meningkatkan kekuatan dan stabilitas
plastiknya.
Dalam bidang keamanan nanoteknologi dapat digunakan dalam mengembangkan
cara baru untuk menjamin keamanan suatu produk makanan yaitu dalam menerapkan
nanosensor pada plastik yang digunakan untuk pengemasan dimana nanosensor ini
memungkinkan mendeteksi gas yang keluar dari makanan yang telah rusak. Gas yang
keluar akan memicu nanosensor memberikan respon berupa perubahan warna pada
kemasan sehingga konsumen akan mengetahui bahwa makanan tersebut telah rusak
dan tidak dapat dikonsumsi.
Nanoteknologi yang telah diterapkan dalam bidang pengemasan adalah clay
nanocomposite atau yang disebut dengan imperm dalam botol ringan, karton
dan kemasan plastik film yang lain. Dimana dapat berfungsi sebagai penghalang
yang bersifat impermeabel terhadap gas seperti gas oksigen dan karbondioksida. Nanocomposite
pada umumnya digunakan dalam botol bir dan minuman-minuman yang membutuhkan
kemasan yang bersifat impermeabel terhadap gas.
Referensi
Adi Shefar. 2007 . The Application of Nanotechnology in The Food
Industry. Salvona Technology Inc. Dayton. New Jersey.
Joseph, Tiju and Morrison, Mark. 2006. Nanoforum Report :
Nanotechnology in Agriculture and Food. Institute of Nanotechnology. United
Kingdom.