Minggu, 26 Juni 2016

Nanoteknologi dan Aplikasinya dalam Industri Pangan


Masalah mengenai pemikiran etis secara rasional dalam nanoteknologi dimulai setelah mendefinisikan sebenarnya apa itu teknologi. Meskipun telah banyak yang mencoba untuk mendefinisikan apa itu teknologi, akan tetapi pada saat ini tidak ada definisi yang tepat untuk menggambarkan pengertian mengenai nantoteknologi. Sebagai gambaran, berikut adalah definisi mengenai nanoteknologi yang digunakan oleh German Federal Ministry of Education and Research in its Nano Initiative – Action Plan 2010 (Berghofer, 2010). Nanoteknologi dapat berupa investigasi atau penyelidikan, aplikasi, dan produk yang memiliki struktur molekul dengan dimensi atau ukuran kurang dari 100 nanometer. Skala waktu dari komponen sistem nanoteknologi dapat digunakan untuk mengetahui realisasi dari sifat dan fungsi dalam meningkatkan produk baru.
            Range ukuran nanoteknologi yaitu sekitar 1-100 nm. Akan tetapi menurut German Federal Institute for Occupational Safety and Health States, batas ukuran nanoteknologi adalah fluida atau cairan. Sebab didalam cairan terdapat material-material kompleks. Dimana ukuran yang paling kecil adalah material kompleks dan batas ukuran yang tinggi adalah nanofiber, nanopartikel, nanotubes, dan sebagainya yang pada kenyataannya ukuran tersebut lebih besar dari 100 nanometer (Federal Institute for Occupational Safety and Health, 2007).
Hal paling menarik dari nanoteknologi adalah antara skala/ukuran yang kecil dan besar terdapat perbedaan baik secara fisika dan kimia. Pertama, perbedaan tersebut disebabkan oleh dua sebab yaitu meskipun pada ukuran massa yang sama akan tetapi memiliki luas permukaan yang berbeda antara yangg kecil dan besar sehingga menyebabkan perbedaan sifat fisika dan kimia. Nano material yang mempunyai luas permukaan lebih besar mempunyai reaktivitas kimia yang semakin besar pula dan mempunyai daya serta sifat listrik yang lebih besar. Kedua, Efek quantum mempengaruhi sifat zat sehingga secara tidak langsung mempengaruhi sifat optical (sifat yang terlihat), sifat kelistrikan dan sifat magnetiknya. Kedua hal tersebut menarik, akan tetapi bagaimanapun juga jika suatu molekul diberikan energi, molekul nano tersebut menjadi aktif sehingga mampu mengatur diri mereka sendiri menjadi semakin solid dan mempunyai sifat yang dapat dibedakan dari struktur makronya. Sebagai contohnya adalah kristal dan lapisan untuk coating yang telah dikembangkan dari nano struktur.
Aplikasi nanoteknologi dalam pangan dapat dibagi dalam beberapa bidang yaitu pada saat processing, pengawetan, peningkatan citarasa dan warna, keamanan, dan pengemasan. Dalam processing, nanoteknologi memberikan alternatif dalam proses pengolahan makanan sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas yang baik. Penerapan nanoteknologi dalam pemrosesan makanan meliputi dua hal yaitu dalam sintesa bahan (seperti nanokapsul yang mengandung minyak ikan tuna yang didesain dapat pecah setelah mencapai perut sehingga rasa tak enak dari minyak ikan tidak dirasakan dalam mulut dan nano-sized self-assembled liquid structure yang merupakan teknologi yang dapat mengantarkan nutrien dalam ukuran nano partikel ke dalam sel ) dan proses pemecahan atau fraksinasi yang biasanya sampai pada ukuran 1-100 nm (pada pembuatan emulsi, gel, dan foam). Selain itu juga ada nanosensor yang dikembangkan dapat mendeteksi bakteri dan berbagai kontaminan seperti Salmonella yang pada umumnya terdapat pada makanan. Dengan adanya nanosensor diharapkan dapat menekan biaya pemeriksaan sebab tidak harus sering mengirim sampel ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.
Pada peningkatan cita rasa dan warna, nanoteknologi berperan dalam pengembangan makanan interaktif yang dapat memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih rasa dan warna dari makanan yang akan dimakan. Pembuatan nanokapsul yang didalamnya berisi warna dan rasa makanan memberikan peluang pada konsumen untuk memilih rasa dan warna yang diinginkan. Nanokapsul memiliki sifat inert sampai dengan makanan dikunyah didalam mulut.
Nanoteknologi memberikan cara baru dalam proses pengawetan makanan yaitu pemberian nanopartikel silver dalam plastik pada saat produksi kaleng untuk penyimpanan makanan dimana nanopartikel ini dapat membunuh bakteri yang hidup pada makanan yang disimpan dalam kaleng, penggunaan nanopartikel silikat dalam plastik film yang digunakan untuk pengemasan makanan yang dapat berfungsi sebagai penghalang yang dapat mencegah proses perpindahan gas seperti gas oksigen, dan uap air dari dan kedalam kemasan sehingga mencegah terjadinya kerusakan makanan, penambahan nanopartikel zink oksida pada plastik yang digunakan untuk pengemasan sehingga dapat menghalangi sinar ultraviolet, serta dapat memberikan efek antibakteri, meningkatkan kekuatan dan stabilitas plastiknya.
Dalam bidang keamanan nanoteknologi dapat digunakan dalam mengembangkan cara baru untuk menjamin keamanan suatu produk makanan yaitu dalam menerapkan nanosensor pada plastik yang digunakan untuk pengemasan dimana nanosensor ini memungkinkan mendeteksi gas yang keluar dari makanan yang telah rusak. Gas yang keluar akan memicu nanosensor memberikan respon berupa perubahan warna pada kemasan sehingga konsumen akan mengetahui bahwa makanan tersebut telah rusak dan tidak dapat dikonsumsi.
Nanoteknologi yang telah diterapkan dalam bidang pengemasan adalah clay nanocomposite atau yang disebut dengan imperm dalam botol ringan, karton dan kemasan plastik film yang lain. Dimana dapat berfungsi sebagai penghalang yang bersifat impermeabel terhadap gas seperti gas oksigen dan karbondioksida. Nanocomposite pada umumnya digunakan dalam botol bir dan minuman-minuman yang membutuhkan kemasan yang bersifat impermeabel terhadap gas.


Referensi

Adi Shefar. 2007 . The Application of Nanotechnology in The Food Industry. Salvona Technology Inc. Dayton. New Jersey.
Joseph, Tiju and Morrison, Mark. 2006. Nanoforum Report : Nanotechnology in Agriculture and Food. Institute of Nanotechnology. United Kingdom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar