Jumat, 30 September 2016

Bubur Suro Simbol Tahun Baru Islam

Bubur Suro Simbol Tahun Baru Islam



Bulan muharram atau yang biasa disebut oleh masyarakat jawa sebagai bulan suro merupakan bulan pertama (tahun baru islam) dalam kalender hijriyyah (kalender islam). Istilah bulan suro sendiri berasa dari kata sepuluh dalam bahasa arab yang disebut ‘Asyuro (عاشوراء), dimana pada tanggal ini dikenal sebagai tanggal keramat sebab katanya banyak terjadi bala’ atau bencana yang dapat terjadi. Oleh karena itu apabila sudah memasuki bulan ini banyak warga masyarakat yang mengadakan selametan atau syukuran dimana tujuannya untuk menolak bala’ atau bencana yang akan terjadi khususnya pada tanggal 10 muharram. Mitos dikeramatkannya tanggal 10 muharram dalam tradisi Jawa didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dibeberapa zaman. Diantaranya perahu Nabi Nuh AS selamat berlabuh seiring surutnya musibah bandang, tenggelamnya Raja Fir’aun, Nabi Yunus dikeluarkan oleh Allah SWT dari perut ikan paus dan lain sebagainya. Karena dianggap sangat keramat maka pada bulan ini tidak dianjurkan untuk mengadakan berbagai kegiatan seperti hajatan pernikahan, khitanan dan jenis hajatan lainnya. Menurut tradisi jawa apabila tetap memaksakan mengadakan hajatan pada bulan suro maka akan terjadi bencana atau bala’ dimana akan dapat membahayakan keluarga dan kerabat. Contoh konkritnya misalnya apabila mengadakan hajatan pernikahan pada bulan suro maka pernikahan yang dijalankan nantinya akan berujung tidak harmonis dan bahkan dapat ke jenjang perceraian.
Penyambutan akan datangnya tahun baru islam lebih sederhana bila dibandingkan dengan perayaan tahun baru masehi atau nasional. Uniknya jika tahun baru nasional diperingati setiap tanggal 1 berbeda dengan tahun baru islam dimana diperingati setiap tanggal 10 Muharram. Sebelum menyambut dan merayakan tahun baru islam tanggal 10 muharram ini, pada umumnya dilakukan ritual keagamaan yaitu berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram atau yang biasa dikenal dnegan puasa Tasu’a dan ‘asyura. Nah pada tanggal 10 muharram inilah bubur suro biasanya dibuat dan disajikan. Menurut tradisi yang ada, bubur suro dibuat untuk porsi yang besar sebab nantinya akan dberikan kepada tetangga-tetangga yang ada disekitar rumah, sanak famili dan lainnya. Selain itu terdapat juga hal-hal yang memang disunahkan dilakukan pada bulan suro ini yaitu memberikan santunan kepada anak yatim, piatu maupun keduanya dan diringi dengan mengusap kepala anak tersebut seraya berdoa agar diberikan keberkahan.
Bubur suro sendiri banyak sekali jenisnya akan tetapi di daerah saya tinggal yaitu di Pekalongan, umumnya bubur berisi udang, daun kemangi, telur dadar yang diiris, rempah atau perkedel, cabe merah yang dipotong, tempe orek dan tentunya bubur dari beras yang dicampur dengan jagung yang telah di pipil kecil-kecil dan dibumbui. Bubur suro diletakkan di daun yang telah dibentuk seperti kapal. Bentuk kapal ini termotivasi dari kisah nabi Nuh AS yang selamat berlabuh ketika terjadi peristiwa banjir bandang.


2 komentar:

  1. mbak dari pekalongan bukan, lg nyari2 artikel ttg kuliner krapyak, boleh pinjem bwt referensi ya...
    salam kenal dr Ayi, Krapyak sentral (rmh mertua)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak alhamdulillah saya asli pekalongan. Silahkan mbak mohon di lampirkan di daftar pustaka ya mbak biar gak plagiarisme :-D
      Ohh rumah saya di krapyak kidul gg 7 mbak deket dr rumahnya mbakk jg
      #maaf mbak baru bls kebetulan saya jarang buka blog :-D

      Hapus