Bubur Suro Simbol Tahun
Baru Islam
Bulan muharram atau yang biasa
disebut oleh masyarakat jawa sebagai bulan suro merupakan bulan pertama (tahun
baru islam) dalam kalender hijriyyah (kalender islam). Istilah bulan suro
sendiri berasa dari kata sepuluh dalam bahasa arab yang disebut ‘Asyuro (عاشوراء),
dimana pada tanggal ini dikenal sebagai tanggal keramat sebab katanya banyak
terjadi bala’ atau bencana yang dapat terjadi. Oleh karena itu apabila sudah
memasuki bulan ini banyak warga masyarakat yang mengadakan selametan atau
syukuran dimana tujuannya untuk menolak bala’ atau bencana yang akan terjadi
khususnya pada tanggal 10 muharram. Mitos dikeramatkannya tanggal 10 muharram
dalam tradisi Jawa didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi
dibeberapa zaman. Diantaranya perahu Nabi Nuh AS selamat berlabuh seiring
surutnya musibah bandang, tenggelamnya Raja Fir’aun, Nabi Yunus dikeluarkan
oleh Allah SWT dari perut ikan paus dan lain sebagainya. Karena dianggap sangat
keramat maka pada bulan ini tidak dianjurkan untuk mengadakan berbagai kegiatan
seperti hajatan pernikahan, khitanan dan jenis hajatan lainnya. Menurut tradisi
jawa apabila tetap memaksakan mengadakan hajatan pada bulan suro maka akan
terjadi bencana atau bala’ dimana akan dapat membahayakan keluarga dan kerabat.
Contoh konkritnya misalnya apabila mengadakan hajatan pernikahan pada bulan
suro maka pernikahan yang dijalankan nantinya akan berujung tidak harmonis dan
bahkan dapat ke jenjang perceraian.
Penyambutan akan datangnya tahun baru islam
lebih sederhana bila dibandingkan dengan perayaan tahun baru masehi atau
nasional. Uniknya jika tahun baru nasional diperingati setiap tanggal 1 berbeda
dengan tahun baru islam dimana diperingati setiap tanggal 10 Muharram. Sebelum menyambut
dan merayakan tahun baru islam tanggal 10 muharram ini, pada umumnya dilakukan
ritual keagamaan yaitu berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram atau yang biasa
dikenal dnegan puasa Tasu’a dan ‘asyura. Nah pada tanggal 10 muharram inilah
bubur suro biasanya dibuat dan disajikan. Menurut tradisi yang ada, bubur suro
dibuat untuk porsi yang besar sebab nantinya akan dberikan kepada
tetangga-tetangga yang ada disekitar rumah, sanak famili dan lainnya. Selain itu
terdapat juga hal-hal yang memang disunahkan dilakukan pada bulan suro ini
yaitu memberikan santunan kepada anak yatim, piatu maupun keduanya dan diringi
dengan mengusap kepala anak tersebut seraya berdoa agar diberikan keberkahan.
Bubur suro sendiri banyak sekali jenisnya akan
tetapi di daerah saya tinggal yaitu di Pekalongan, umumnya bubur berisi udang,
daun kemangi, telur dadar yang diiris, rempah atau perkedel, cabe merah yang
dipotong, tempe orek dan tentunya bubur dari beras yang dicampur dengan jagung
yang telah di pipil kecil-kecil dan dibumbui. Bubur suro diletakkan di daun
yang telah dibentuk seperti kapal. Bentuk kapal ini termotivasi dari kisah nabi
Nuh AS yang selamat berlabuh ketika terjadi peristiwa banjir bandang.
mbak dari pekalongan bukan, lg nyari2 artikel ttg kuliner krapyak, boleh pinjem bwt referensi ya...
BalasHapussalam kenal dr Ayi, Krapyak sentral (rmh mertua)
Iya mbak alhamdulillah saya asli pekalongan. Silahkan mbak mohon di lampirkan di daftar pustaka ya mbak biar gak plagiarisme :-D
HapusOhh rumah saya di krapyak kidul gg 7 mbak deket dr rumahnya mbakk jg
#maaf mbak baru bls kebetulan saya jarang buka blog :-D